Aku suka dia!

Terserah..!

Aku suka dia…!

Terserah apa kata dunia

Aku suka dia….

Masih mau bertanya??

Seakan gurun dihadapan
Tanpa air, hanya bintang
Aku bimbang entah kemana
Harus apa, dan bagaimana.
Untuk menangis.. Aku tak punya
Maka biarkan aku tertambat disini
Hanya merenungi
Apa yang kucari.


13 november 2005

Hujan turun bercerita
Awan gelap dalam wacana
Bersamaan…
Bersama dengan rintik tinta berjatuhan
Mengalir sajak penuh rasa
Mengenai kita dengan cerita

De’
Air yang jatuh itu memberi hijau
Tumbuh-tumbuhan segar
Dan sejagad kisah pagi dan embunnya

Di balik puisi yang ku cipta
Ada banyak kata menjadi duka
Ada segenap frasa memberi luka

Ahg….
Hujan turun
Air mengalir
Hatiku iba
Dan hijau pun ada

]
Hujan, 16 februari 2006


Ada

Senyum

Terurai

Di wajahku

Di jiwaku

Di malamku

Di altarku

Merentas

Menelusup

Hingga

Jingga

Mencipta pelangi.


hujan, desember’ 05


Kubuatkan lagu untuk adikku sayang
Iramanya sendang
Mengajak kita tuk berdendang
Ku belikan kamu bintang-bintang
Kita gantungkan biar melayang
Buatkan kita bayang-bayang
Kutangkap pula kunang-kunang
Kita jinakan agar tak jalang
Kita berirama ia mayang
Biar manis dan tak garang
Abang akan segera pulang
bawakan cincin, kalung dan gelang
Biarkan hatimu gembira riang
Rumah pun jadi terang benderang

12 jan 04

Bukan aku lupakan kamu
Sungguh…
Aku terikat pekerjaanku
Danj disini…
Ada uang!
Tuk kita habiskan dan mencipta senang.

desember’ 05

Ingin menangis
Memahami diri saat ini
Entah…
Semangat itu hilang di suatu tempat
Dan kini kurasa malas mencarinya

Saat kurasa ini semakin pudar
Ada air menyiram tubuhku hingga basah
Berharap aku sadar
Dan mengerti betapa agungnya cintamu itu.

Aku ingin kau perankan isi hatimu!!
Katakan bahwa kau senang!
Bilang jika kau tenang!
Karna nilai kepribadianku di depan bundamu ada di senyummu

Bukan seutas kesalahan selalu tercipta..
Hingga suatu saat bundamu mengira aku membuat dirimu berubah
Menjauhkanmu dari inginnya
Dan pasti aku merasa bersalah

Lalu…
Katakanlan..!!
Bernyanyilah…!!
Teriakan diri gembira..!
Aku ingin kau tampak merekah
Dan bukan kesedihan di depan semuanya.

Ada yang membuatku terhiris malam ini
aku merasa bersalah lagi
Atas nama batinku yang terdalam
kuhaturkan maaf teruntuk bundamu, ayahmu, adikmu,
karna ku bawa kau terlalu jauh.
Iri

Saat ku lihat kakak iparku
Anggun berdiri di singgasana
Bertabur bunga di antara cahaya
Bajunya megah penuh pesona
Senyumpun menusuk jagad raya
Di sampingnya abangku berdiri gagah
Dengan jas perlente dan sepatu mewah
Kurang ajar!!!
Dia mengedipkan sebelah mata!
Sambil memeluk permaisurinya
meledek sejadinya
Lihat!!
Ku bawa milikku nanti
Dan jangan marah saat kuhina

Brebes’05

Kumohon…
Untuk malam ini kuingin ada jumlah di layar kecil itu
Ku sujud-sujud
Ku sembah-sembah
Agar saat ku tatap kedua kalinya ada jumlah gembirakan jiwa.

november’05

Sudah sepanjang ini kita berjalan..
Masih ada saja pertanyaan lama
Padahal
Tawa di muka perih bersama
Kau tanyakan lagi tentang cinta
Seharusnya kita mengeja sebuah rencana
Tentang pribahasa burung dan kerbau
Saling memberi saling mengerti
Ahg…
Aku benci kamu malam ini

bekasi,3 agustus 2005

Malamku..
Ada kamu terbang di bintang
Ulurkan temali ajak ku terbang
Dan kita terbang!
Melintasi jagad raya
Merapuh pada lingkar pusara.
Berhenti sayang..!
Biar kudekap dirimu dalam-dalam.
Saat duduk di sabit bulan
Kuingin hempaskan kerinduan
Wajahmu teduh
Alirkan pesona alam semesta
Diam sayang…!
Izinkan aku mengecupmu.

1 mei 2005

Menemukanmu’
di pematang mimpiku
Dengan warna kuning menyala
Kau bawa serantang kasih sayang dan air cinta
Ku bajak sawahku dengan sungguh’
Menetes peluh di genangnya
Lalu kau pun panggil aku
Menggelar tembikar dan terduduk manis dengan senyummu.
Tawa renyah menggema
Abayamu ternoda oleh kuah sayur yang tercipratkan sendok yang ku taruh serampangan.
Angin ikut bicara
Terik mentari sedikit baik hati

kutatap rautmu’
Dan hatiku yang bicara:
Di antara segala rupa dan hidupku yang sederhana, ada cintamu yang tulus membahana.


2 April 2005

Kumbang berjalan
Mengejar betina berlarian
Terjatuh bangkit lalu berdiri
Ikuti suara di sanubari

Kemana periku tak di hati
Terbang memberi rindu sunyi
Pena’ bergerak’

Dan mengalir sajak ini

senja, 27 april 04

Aku membisikan cintaku pada angin!
Dan aku yakin ia menyampaikannya padamu malam ini.
Begitu indah saat kurasakan jemari senja membelaiku dengan manja
Tak ada yang bisa kukatakan sayang…
Ini bukan puisi..
Hanya sepenggal isi hati yang dicuri angin.

28 maret 2005

Bukan mulutku yang bicara
Dan aku hanya diam
Hati ini yang melukis
Kamu dapat melihatnya?
Rinduku merekat di langit’
Ada tujuh kaki di setiap tubuhnya
Menantimu adenia..!
Jika barisan puisi ini
Yang menjelaskannya
Maka kau pun tahu ukurannya
Tak ada yang lebih pekat
Selain rinduku
Bertebaran dan membias
Masuk ke dalam barisan awan.
Kamu dimana?
Aku lelah hanya bermimpi
Peluhku menetes di pangku
Dan ini secangkir air berisi kuai
Aku ingin melukiskan rinduku di langit
Dan kuharap kau berkenan
Menatapnya.

18 desember 2004

Setelahnya mentari bersinar di pagi hari
Ku raih mimpi itu dan ku genggam sejadi-jadi
Ini hanya mesin pembentuk pikiran
Karna setelahnya… aku baru akan berpikir

Gintung, 16 mei 2005

Dulu aku sangat takut memandang langit malam dipikirku :
Ada seorang raksasa besar memandangku. Namun kini’
Aku sangat senang memandangnya
Karna disana’ wajahmu di lukiskan oleh bulan

Hari ini mataku basah
Pikiranku keruh
Tubuh jatuh
Sudahlah..
Jangan pandang aku
Hari ini aku tak pantas kamu sentuh
Demikian saja hidupku sampai pukul sepuluh
Aku ingin tidur dulu
Hingga saatnya ku bangun
Badanku gemuk dan banyak sekali cahaya di wajahku
Jangan murung adeniaku..!
Sebatas tuhan mengijinkan aku akan tetap sayang kamu.

2005

Ngantuk
Suntuk
malem banyak nyamuk

Laper
Muter-muter
Nyari lemper
O’ ia
Puasa
Dilarang buka
u..uhg
Ga saur
Ga makan sayur
Jadinya gini nih
Lemah
Payah
Ga’ bergairah
Ahg… ya udahlah

Ramadlan.1426


Sayang
Dimana bintang
Senja bilang
Belum saatnya ia datang
Tapi kamu dengar kan yang..?
Rasa cintaku yang kian terus berkembang
Di hatiku sayang
Berarus bergelombang
Menghanyutkan aku pada mimpi walau siang
Ahg…. Sayang!
Aku ingin kamu di gudang
Aku disana bersama gendang
Mencipta dendang
Untukmu… sayang..

januari’05

Sore ini aku merasa tubuhku lelah sekali, sedari tadi aku tak duduk, tanganku di paksa bergerak, kakiku di suruh berlari
Kamu kemana sore ini..?
Biasanya kamu ada di panggung itu
Melihatku berdemonstrasi
Dan kamu biasanya memberiku semangat lewat senyummu dan sekaleng minuman dingin. Aku sangat lelah sayang.. Tapi tugasku banyak sekali, aku harus menyiapkan lagu untuk acara kita nanti.
Aku harus membantu sahabat-sahabatku agar semuanya jadi
Beberapa hari ini aku tanpa kamu
Aku sungguh layu sayang…
Aku tak sanggup lagi
Aku ingin kembali
Aku ingin kita tertawa lagi
Dan malam ini
Aku tak tahu aku bisa bangun atau tidak
Tubuhku rapuh
Tapi tugasju begitu membelenggu.

januari ‘05


Pagi’
Aku bangun
Mandi
Gosok gigi
Makan nasi

Pagi’
Tak kulihat kamu
Hujan turun
Beri dingin
Sakitku hilang
Di curi bintang

Pagi’
Kasurku basah lagi
Hujan subuh tadi
Membasahi kasur, lemari
Celana, bahkan isi hati.

Pagi, 17 januari 2005

Kenapa tadi kulihat ada air mata di wajahmu..?
Kamu tidak nurut aku..?
Jawab adeniaku..!
Aku benci melihatmu jika begitu
Kamu membuat hatiku kian rapuh
Ada apa sayang…?
Apalagi yang terasa..?
Aku ada di dekatmu..
Jangan merasa jauh..

Tersenyumlah dalam sunyimu
Dan sunyilah aku di senyummu

16 januari 2005

Jangan berpikir duka
Aku tak menyebut selamanya
Aku hanya ingin kamu dan bundamu biasa
Tanpa air mata
Bahkan lara

Aku sayang kamu nia…
Tolong percaya

Aku bukan kurcaci
yang bisa membuatmu
tertawa sepagi ini.
Aku hanya duri
yang senantiasa memberi duka
Kita berdua ada di lembah
Pegang erat tanganku agar tak jatuh!
Di bawah banyak ular berbisa
Jika di sana maka bencana.

Jangan menangis adeniaku
Hidup memang selalu begitu
Kita harus kuat berjalan
Membacanya pelan-pelan.
Jangan duduk adeniaku!
Kita jalan saja walau pilu
Derita hanya satu bab dalam halaman
Di akhir nanti kita tidur dan bermimpi

Kamu jangan menangis
Hatiku sedih bergaris-garis
Aku memang tak sekuat ayah
Aku sekedar pujangga yang jatuh cinta
Aku tak punya saputangan
Dan ini puisiku untuk menghapus air matamu

Jangan menangis sayang…
Hatiku tercabik dan terbuang

Jan’05

Pun hari ini yang kurasa hatiku tanpa isi
Ada telaga’ namun tak ada air bercerita
Begitu kata senja:
“ aku iba jiwamu raya!!, dimana wajah cerah wahai pujangga?!”
“ aku tanpa adenia mengusap kepala!”
Berhembus awan-awannya memanggil merah
Tampak lembayung menggantung indahkan langit.
Sedikit senyap, sedikit pengap nafasku lara.
“ adeniaku duduk menatap hampa”
Disana kulihat ia menatap sendu kearahku.
Hatiku piyu…
Ingin ku raut wajahnya dalam sayangku, namun matanya berkata tidak..
“ di sini banyak orang tak suka..!!” katanya.


senin, 11 januari 2005

Sayang itu melingkar
Menghubungi satu syaraf dan mimpi
Entah puisi apa yang layak tuk melukiskannya
Sebab pasti kosakataku
Belum seindah paras manisnya
Seperti malam ini:
Aku terkapar di pendam cinta yang mendalam
Katanya…
Selamat tidur sayang..
Ini sun sayangku untukmu
mm..mmuahh!!

Kamu tau apa itu uang?
Saat ini .. Ia adalah hal terpenting untuk cintaku,
Sayangku, dan kasih itu
Pun kadang ia membuat aku gila, yah…tak di pungkiri semua perlu biaya..
Cinta, harapan, dan kasih sayang.
Kita hidup butuh ia bukan?
Satu hari aku tanpa ia.. Tak ada suara untuk kamu.
Dan satu minggu aku tak memilikinya.. Cintamu mungkin pudar karna mengiraku sudah tak cinta.
Tak ada suaraku
Tak hadir sosok tubuhku
Bertahankah engkau hanya dengan kepercayaan?
Aku pikir tidak.. Yang ku tahu curiga di hatimu sangat penuh
Jika aku bisa memberimu tanpa biaya akan kulakukan segala yang ada di inginku
Tapi tak bisa..
Harga cinta sungguh mahal!
Takan terbeli dengan debu
Dan untukku saat ini itu mimpi

Andai hidup tak perlu biaya
Pasti malam ini tak ada gundah
Menelusup ke bayang kosong
Memberi ketakutan untuk seorang aku
Mengertikah dinda akan perjuangan?
Keringat yang menetes dari sang pejantan jatuh di tanah kering kerontang
Bukan hanya aku…
Tapi seluruh lelaki pejuang sedang mengangkat senjata untuk betina
Kadang air mata jatuh di sela-sela cucuran peluh, menangisi kantong tak berisi tanpa ia bahkan butiran itu berubah menjadi cermin
Menggambarkan mahalnya harga cinta.
Untung kau seorang berhati luhur
Memahami setiap arti perjuanganku
Tapi aku senantiasa berteriak..
Hatiku menjerit terisak-isak
Kuasaku tak lebih dari mengemis
Menunggu menanti hujan benderang
Bentangkan uang-uang berjatuhan di sisi tangan
Agar aku bisa belikan cinta…
Agar aku dapat ke rumahmu
Agar aku mendengar suaramu
Agar cintamu utuh selalu
Agar mimpiku tak lagi debu


Selasa, 9 agustus 05


Yang indah itu bukan bulan bukan malam,
atau sebuah bintang.
Yang indah itu sepucuk senyum
diantara seantero angkasa gelap yang misteri
Dan aku…
Memandang antara itu dengan cinta.

Sayang..
Cinta itu mulai mengikis dan hanyut
Bukan karna ada yang lain..
Namun gilaku yang dulu memahkota
Kini hanya ikat pinggang di bawah dada
Ibaku turun kehati
Menyatakan aku bukan apa-apa
Aku malu…
Sungguh sangat malu
Tak layak aku disampingmu
Menikmati kemegahan itu
Selayang jauh di ufuk langit
Aku duafa.. Sayang…
Aku duafa…

Sekarang kau tau:
Cinta.., bunga.., puisi.., lagu..,dan segala karyaku tak berguna
Kita hidup’ butuh harta!
Dan aku tak memiliki di lemariku
Bukalah…
Hanya tumpukan kertas dan pena
Lihatlah…
Betapa kecilnya aku
Dan sungai ibaku menghanyutkanku

Berapa janjiku untukmu sayang..?
Jika itu setia.., cinta.., dan bunga
Aku penuhi karna ku punya
Namun jika harta dan impian gila..
Aku belum mampu mewujudkannya..
Saat ini..
Saat aku kecil..
Tak berguna

Cat:
Masih adakakah cinta..?
Saat aku di perjalanan mengayuh
sampan menembus impian?

Atas keluguan batinku sebelum bermimpi
Aku ingin berkata pada kamarku
Tempat mengurung diri dan menepi,
Ini masalah cinta:
Yang tenggelam di labirin samudra jiwa

Entah mengapa hatiku berawan..
Seakan air menguap dan ingin diturunkan
Entah sebab ketakutanku kian legam
Terpisah ruang yang jauh…
Mencipta jarak antara aku dan dia
Aku tak mau ia pergi
Memberi kamar sunyi di hatiku
Meninggalkan ketakutan

O… mengapa?
Seakan aku terpenjara
Tak biasanya aku layu

Aku adalah ombak tegak
Yang menyapu pantai dan nyiur lambai
Aku bukan air mata
Yang mencerminkan kelemahan
Tapi kenapa kini aku bagi air mata?!

Ia membuatku berkaca-kaca
Akan hangatnya- akan manjanya
Memporak-porak gelap itu

Ia.. Mata air dewa di gurun sahara
Membunuh mati dahagaku
Mencuci peluh di keningku
Saat ini kurasa jiwa dewata
Turun memapahku
Agar aku kuat berjalan
Agar aku sampai di tujuan

Aku tak sanggup melihat pedih hatimu jika ku pergi
Sayangmu meluap dan mngisi barisan awanku
Begitu megah kau berikan segalanya
Membentuk tetes buih
Selaksa samudra cinta berlayar
Jika hempasan itu datang
Mengombang-ambing perahuku
Lalu ku jatuh dan menjadi karang
Dan samudra itu akan mengering?
Aku nobatkan dalam jiwaku, jasadku, tanganku
Takan menulis kata pergi
Meninggalkan isak dan perih
membuatmu berteriak
sudah…
Jangan pernah berfikir ku pergi
Karna aku sendiri takan bisauntuk pergi

22 juli 05

Api itu membakar
Sedikit perlahan hilang tembakau
Hari ini tanpa waktu
Sedikit geming gerak langkahku

Tak ada gelak membadai
Singkat padat tanpa canda
Memburuk’

Oh.. Rindunya…
Bersama
Ceria
Dan kawan-kawan

Di sini hanya ada asap
Dan aku sendiri
Menghilang sunyi

Juni’05

Aku kembali!
Menjadi pujangga sejuta puisi
Dan wanita-wanita itu hati
Hati sutera

Dan malamku
Perenungan panjang
Rencana esok hari
Isak sedih mengalir
Bahkan
Wajah sang peri kecil..

Biduk berpencar
Langit pugar
Hitamnya terentang antara samar
Malam ini begitu angkuh
Aku tak bisa melihat terang
Walau sebias,
Dan bulan pun padam
Diantara kelopak awannya
Kulihat manismu
Lukiskan rinduku membatu
Kita masih di cawan cinta bukan?

Pagi,29 desember 04

Air itu jatuh dari langit
Di butir-butirnya ada satu huruf
Untuk pujangga.
Mari kita rangkai menjadi sebuah puisi indah
Atau biarkan saja mengalir dan membelah sungai cerita.

Air itu jatuh dari langit
Di butir-butirnya ada kepingan rinduku untukmu
Biarkan ia membuat sungai dan bermuara ke altarmu.

Dan’
Air itu jatuh dari langit
Merintik-rintik di wajahmu yang menengadah.
Kubiarkan karna kunantikan air rindumu jatuh di pipiku.


Gintung ,04
kurasakan malamku pengap
Isak tangismu jadikan basah
Basah relung hatiku
Ada apa?
Mamah marah-marah?
Mengusirku dari hatimu?
Yang ku tau ada sesuatu
Dan kuharap ada jujurmu
Pada pagi

Bilang!
Tertiaklah!
Aku pasti mendengarnya lewat angin
Dan ku ingin gundahmu menepi

Malam,juli’05
|
Aku tak bisa kesana!
Hujan rintik-rintik
Tak ada yang ku punya..
Dan rencana
Pergi tamasya keluarga

Maaf jika jasadku disini
Namun baru saja
Ku kirimkan rinduku
Pada awan yang mengalir


Juli’05
Ini kamarku
Sedikit rapi dengan alas apa adanya
Gitar hijau menyala
Kasur busa terjaga
Dan aku
Di atasnya berbaring
Menelaah awan angkasa
Dan seorang penciptanya.

Juli’05

Slide 7
Hujan!! Hujan!!
Hanyutkan aku
Biarkan menepi di dermaga
Kubawa seperangkat mata pena
Kita tulis di wajah bumi
Kita buat bentuk sungai
Biar airmu mengalir ke samudra
Ayo Hujan!! Turunlah !!
Basahi kemarau di hatiku
Dahaga meraja di kepala
Gersang berkuasa atas jiwa
Disini Hujan!
Di tempat aku duduk di batu
Terlihat segala oleh duka
Ayo hujan!
Turunlah… turun!

Slide 6
Aku memang tak pernah berharap untuk tampan
Karna saat aku dikandung ibuku
Mulutku belum mampu untuk berdoa
Aku belum tahu apa itu wajah
Dan aku tak mengira akan ada wanita
Jika ketika itu ibuku membisikan tentang dunia
Tentu aku akan berdoa tiap harinya
Kuacungkan kedua tangan
Aku akan usul pada tuhan
Agar tak ada yang menorehkan duka
Biar tak satu pun hinakan aku.
Slide 4
Masuk kedalam ruangku
Sepercah cinta mengetuk menggambarkan hati
Ada lembayung di senja
Di perasaan mendalam tembus malam
Aku sayang kamu..!!
Karna jujurku’
Dan bukan sesuatu
Ada jaring mengikat setia
Disini aku gantungkan
Di jiwaku adenia!!
Tolong percaya…
Tolong tatap air muka…
Aku di senja adenia..!
Menggapai malam
Disana ada cahaya
Berkelap-kelip’
Dan ku harap itu kamu
Yang selalu bercahaya untukku.
Ini tangan’ 
Kuangkat sampai pusaranya 
Ini air’ 
Biarkan mengalir dan menghujam.. 
Begitu keruh.. 
Sampai istriku bilang “ sudahlah sayang” 
Bangkit dan terjang! 
Hidup memang pelik 
Itu ujian.. 
Tak ada nasi di nampan 
Tak ada uang 
Tapi semangat tak boleh 
Mati dibuang.

Tangerang, mei 2008
Aku panjatkan pujiku pada tuhan 
Karna awan dihatiku pendar biru 
Cakrawala semangatku mencakar 
Pugarkan mimpi 
Terjaga…, aku bangun dari jatuh 
Ia bangunkan aku 
Isakku jatuh satu-satu 
Dipenghujung sholatku tiap waktu 
Aku sayang dia.. 
Sepenuh jiwa.. seizinMu 
Aku ingin dia.. 
Disampingku 
Sampai engkau panggil aku 
Aku dan doa 
Bersama terbaring dipilarmu 
Bisikan perlindungan untuknya 
Dengan sederhana 
Dengan begitu adanya 

serpong, 30 agustus 2004



Rumah yang membuatku tanpa belulang
Rumah yang jadikanku sedap dipandang
Namun rumah yang kini ku tandang
Banyak tawa yang menghilang
Sesuatu yang pernah kukenang
Adalah kebersamaan tak terbilang
Semenjakku pergi sejenak
Kubilang pada bintang-bintang
Semoga disana tertidur nyenyak
Semenjakku pulang sejenak
Kudapati sunyi disana-sini
Semua yang bingar
Tercabik habis tanpa kelakar

Rumah,10 april 2006
Ummi!
Tadi aku kesana
Tak bisa aku untuk ceria
Disudut sepi dan duduku
Menunduk menatap batu-batu
Di antaranya
Mobil-mobil dengan sombongnya
Tawa manusia karna hartanya
Dan aku…
Anak ummi’
Dengan motor butut tetap bernyanyi
Nyanyiannya terdengar untuk hatiku sendiri
Lagu yang indah
Menelusup di ranting hati kecil,
Aku tak menangis karna iriku
Aku menangisi keringat ummi..
Yang ummi tukarkan dengan motor butut ini.


juli 2005
Di luar… 
Butir-butir itu jatuh 
Menelusuri udara 
Menguasai suasana 
Entah apa yang dilakukan ayah 
Entah berhenti dari motornya.. dan 
berteduh di bawah cemara 
Sesekali ia menggigil menyentuh angin 
Sesekali ia terbatuk rasakan dingin 
Dan butir-butir itu jatuh di antara 
kerut di wajahnya.. 
Entah pula ia terus melaju melawan 
Semuanya..?! 
Entah mungkin ayah terjatuh 
dari motornya..?! 
Sementara kita…?! 
Disini…?! 

hujan,april2006